Gedung Utama Monumen Pers Nasional |
Monumen Pers Nasional awalnya adalah
milik kerabat Mangkunegaran yang dahulu bernama Sasana Soeka. Gedung ini
dibangun atas prakarsa KGPAA Sri Mangkunegoro VII pada tahun 1918 dan digunakan
sebagai balai pertemuan. Gedung ini merupakan merupakan saksi bisu pembentukan
organisasi profesi kewartawanan pertama di Indonesia, yaitu PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia) pada 9 Februari 1946, tanggal ini ditetapkan pula sebagai
Hari Pers Nasional.
Monumen
Pers Nasional diresmikan pada tanggal 9 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.
Setelah Departemen Penerangan dilikuidasi, Monumen Pers Nasional menginduk ke
BIKN (Badan Informasi Komunikasi Nasional). Monumen Pers Nasional memiliki
visi, yaitu terwujudnya pusat rujukan dokumentasi pers nasional berbasis
teknologi informasi. Tugas pokok dari Monumen Pers Nasional adalah melaksanakan
pelestarian dan pelayanan kepada masyarakat mengenai Monumen Pers Nasional dan
produk pers nasional yang bernilai sejarah.
Beberapa
layanan disediakan di Monumen Pers Nasional bagi pengunjung, diantaranya adalah
media center, papan baca, perpustakaan, dokumentasi koleksi media cetak yang
sudah didigitalisasi, mobil layanan internet, dan sebagainya. Semua pelayanan
yang disediakan disini diberikan kepada pengunjung secara cuma-cuma alias
gratis. Media center dapat dimanfaatkan oleh pengunjung untuk mengakses
internet secara gratis. Kebanyakan pengunjungnya adalah kalangan mahasiswa dan
pelajar di kota Surakarta. Selain media center, Monumen Pers Nasional juga
memberikan layanan internet gratis bagi masyarakat melalui Mobil Pelayanan
Internet Kecamatan (MPLIK). Fasilitas dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika ini dapat memberikan layanan internet gratis secara mobile. Kemudian ada pula papan baca
Monumen Pers Nasional yang terletak di depan gedung ini yang memasang surat
kabar terbaru tiap harinya, sehingga masyarakat umum dapat membaca
berita-berita terbaru disana.
Monumen Pers Nasional juga dilengkapi
dengan perpustakaan yang memiliki koleksi buku kurang lebih sebanyak 12.000
eksemplar. Perpustakaan ini buka setiap hari Senin-Jumat sesuai jam kerja.
Pengunjung perpustakaan ini sebagian besar mahasiswa dan pelajar, namun tidak
jarang pula ada masyarakat umum yang mengunjungi perpustakaan ini untuk
memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca buku koleksi perpustakaan Monumen
Pers Nasional. Selain itu juga terdapat ruang dokumentasi yang menyimpan lebih
dari satu juta eksemplar bukti terbit media cetak dari seluruh Indonesia sejak
zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Pengunjung juga dapat melihat hasil
digitalisasi koleksi bukti terbit media dengan monitor layar sentuh (touchscreen) di ruang dokumen digital.
Selain beberapa layanan yang diberikan
oleh Monumen Pers Nasional kepada pengunjung secara gratis, di dalam gedung ini
juga terdapat berbagai macam koleksi benda pers yang bersejarah. Di beranda
depan sebelum pintu masuk gedung utama dipajang sebuah kentongan yang bernama
Kenthongan Kyai Swara Gugah. Kentongan ini melambangkan alat informasi yang
digunakan masyarakat di masa lalu.
Setelah memasuki pintu masuk kita akan
disuguhkan oleh patung-patung perintis pers di Indonesia. Di ruang pameran
terdapat koleksi mesin-mesin ketik kuno yang dipajang secara rapi. Kemudian ada
pula microfilm, pemancar radio kambing, telepon antar stasiun, portable mixer,
kamera kuno, koleksi Bali Post, koleksi etnografi daerah Maluku, kamera
wartawan Udin, baju wartawan jaman dahulu, hingga peralatan terjun payung milik
wartawan TVRI, Trisno Yuwono. Di bagian belakang Monumen Pers Nasional terdapat
lima buah diorama yang menggambarkan perkembangan dan sejarah pers di
Indonesia.